Kamis, 04 Desember 2014

Broken desember

Siapa yang peduli, bagaimana juga cara membagi. kesedihan, beban dan segala urusan. nasib adalah kesunyian masing-masing. 
                
                  Malam itu. jam pada ponselku menujukkan pukul 12.00. tangan kananku masih terus memegangi sebotol bir yang ku beli sore tadi. malam ini mendung, namun cahaya lampu jalan masih saja terang. mobil mobil terlihat seperti deretan antrian tiket kereta api. tak lama gemuruh petir bermunculan serta angin yang kencang meniup rambutku dari atas kamarku. 
                  Lambat laut bau tanah basah tercium, ketika hujan membasahi bumi. kulepaskan kancing kemejarku bagian atas, hingga terbuka 3 kancing. rambut yang tidak lumayan panjang ini ku acak-acak hingga kusut tak beraturan. Semua sudah berakhir kataku pada diriku sendiri. semua sudah berakhir. orang yang aku sayangi tidak pernah mengerti tentangku, diriku, perasaanku. semua sudah berakhir! kau tidak adil. apakah aku selalu yang harus mengerti tentangmu? Taik anjing kalian, bangsat!
                 Malam ini sekutuku hanya sebungkus rokok dan sebotol minuman keras ditanganku. rokok ini tak henti-hentinya aku menghisapnya, bir ini tak henti-hentinya aku meminumnya. sambil menyanyikan lagu Good life - Onerepuplik. jendela kamarku terbuka lebar, kunaiki jendelaku. dinginnya cuaca serta tingginya kamarku, membuat kakiku gemetaran, jantungku berdegub dengan kencang. "Loncat bangsat!" Seru iblis yang kesal denganku. Namun malaikat? dia diam saja, mungkin dia hanya melihat apa yang dilakukan orang gagal sepertiku. 
                 Broken desember! mungkin langit yang membuatku bercerita tentang rasa sakit yang aku alami. aku ingat masalah dia. tentang mantannya yang dahulu menyelingkuhi dia berulang kali, tantang dia yang hanya bisa bersabar. kadang aku bingung antar batas Sabar dan Bodoh. tapi bukan masalah lagi. aku menerimanya sebagai pacarku, ku genggam erat tangannya saat itu, aku ingat. tapi semuanya itu hancur dibulan yang sebenarnya aku sukai. dibulan inilah saat pertama kali kami dipertemukan kembali, setelah perpisahan yang cukup lama. bukan, dia bukan mantanku. dia teman kecilku dahulu. Romantis memang, aku seperti sedang dalam cerita sinetron.
                Entah apa yang merasukinya. semenjak mengalami sakit sindrom bahu yang iya derita baru beberapa hari. dia semakin jarang mengabariku, hanya dengan alasan. aku harus beristirahat nanti malam aku kabari kamu. "dari setiap hari kami berkomunikasi, berganti menjadi setiap minggu. dan dari setiap minggu kami berkomunikasi, berubah menjadi kapan ingat saja". aku kecewa saat itu, disisi lain aku sangat ingin memperhatikannya, merawatnya, menjenguknya. namun sikapnya yang seperti itu membuatku arogan untuk memperhatikannya. aku gak tahan bangsat!
               Dan semenjak itu aku meninggalkannya. bukankah keputusanku benar? aku lebih memilih sangat sakit diawal dan setelahnya akan lekas sembuh. dari pada harus sakit terus menerus. dan malampun segera habis. sebotol bir ini hanya tinggal beberapa tetes lagi, dan rokok yang sudah habis aku hisap. abunya pun berceceran dilantai kamarku. 


Kau selalu ada disetiap doaku, aku rindu berbagi tawa denganmu.
Kini kita tak lagi menyapa, biarlah hanya dari perantara.
Melihatmu tersenyum, meskipun tak pernah berbalas.
 bahagiamu, bahagiaku juga.
Bahkan saat akhirnya aku memilih meninggalkanmu.
Aku tak pernah berhenti menanti, tak pernah berhenti menunggu. 
Aku yakin kau kembali.

Jika kau rindu aku, aku akan selalu ada dipojok hatimu. menyelip dalam mimpi indahmu. Matahari kan selalu terbit. dan bahagia juga akan terbit dengan sendirinya :)
(Rachmat Yufi, Pekanbaru, 1 Desember 2014)